CINDUR MATA

Cindur Mata adalah roman karya H. Aman Dt. Majoindo yang diterbitkan oleh Balai Pustaka Tahun 1951. Cerita ini didasarkan dari cerita rakyat yang hidup ditengah-tengah masyarakat Minangkabau. Di Minangkabau cerita ini dinamakan Kaba Cindue Mato dan sangat dikenal oleh lapisan penduduk Minangkabau. Mereka menganggap bahwa cerita ini mengandung hikmah dan kebenaran. Tokoh-tokoh cerita ini adalah Bunda Kandung; raja perempuan yang memerintah Minangkabau; Sutan Rumandung atau Dang Tuanku, Putera Bunda Kandung; Kambang Bendahari, ibu Cindur Mata; Cindur Mata, orang kepercayaan Bunda Kandung; Raja Jenang, ayah Puti Bungsu; Puti Bungsu, istri Dang Tuanku; Tiang Bungkuk, ayah Imbang Jaya; Imbang Jaya, raja yang akan ditunangkan dengan puti Raja Muda; Puti Lindung Bulan, ibu Puri Bungsu dan Puti Reno Bulan; Puti Janit Jintan, adik Imbang Jaya; Puti Reno Bulan, adik Puti Bungsu; Sutan Lembang Alam, putra Cindur Mata dari pernikahannya dengan Puti Reno Bulan, yang kemudian bergelar Sutan Amiru'llah; Puti  Lembak Tuah, adik Sutan Amiru'llah.
      Bunda Kandung adalah raja perempuan yang memerintah Minangkabau. Ia memiliki putera yang bergelar Dang Tuanku. Dang Tuanku telah dinobatkan menjadi raja, sehingga Bunda Kandung hanya penasihat kerajaan.
      Bunda Kandung menyuryh Dang Tuanku membicarakan perjodohan Cindur Mata dengan Putri Lenggo Geni. Perundingan ini agar dirahasiakan. Jika ditolak, mereka tidak mendapat malu. Ia memerintahkan anaknya mengajak Cindur Mata dan beberapa pelayan, yaitu Barakar, Baruiin, dan Tambani, serta membawa seekor ayam kinantan sambungan. 
      Dalam perjalanan menuju Sungai Tarab itu, rakyat terkagum-kagum dengan penampilan mereka yang gemerlapan. Mereka berlomba-lomba melihat rombongan itu. Kemudian, datanglah seorang menteri tua menyuruh seorang utusan untuk memberitahukan Datuk Bandahara akan kedatangan raja mereka. Mendengar kedatangan rombongan raja itu. Datuk Bendahara segera mengadakan pesta penyambutan yang sangat meriah.
      Dang Tuanku menceritakan maksud kedatangannya untuk menjodohkan Cindur Mata dengan Putri Lenggo Geni. Datuk Bendahara mengabulkan permintaan itu. Sebagai tanda pertunangan, Dang Tuanku menyerahkan rencong tatah permata buatan Agam Mandiangin. Datuk Bandahara memberi cincin permata akik.
      Dang Tuanku dan Datuk Bandahara esoknya menyambung ayam di gelanggang. Ketika Cindur Mata berjalan-jalan di pasar, ia bertemu pedagang yang menjual ayam sambungannya. Dari pedagang itu, Cindur Mata menjelaskan bahwa di negerinya akan diadakan pesta pernikahan Tuanku Imbang Jaya dan Upik Puti Bungsu. Sebenarnya, Puti Bungsu telah bertunangan dengan Dang Tuanku. Namun, tersiar bahwa Dang Tuanku menderita penyakit yang menjijikkan sehingga ia dibuang dari Pagaruyung. Tuanku Raja Muda memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan Imbang Jaya. Untuk menjaga segala kemungkinan, Tuanku Imbang Jaya membayar orang-orang sebagai penyamun di Bukit Tambun-tulang untuk menyamun orang-orang yang datang dari Barat. Mendengar itu, Cindur Mata marah dan langsung mengajak Dang Tuanku kembali ke negerinya. Datuk Bandahara dan orang-orang menjadi bingung. 
      Bunda Kandung marah besar kepada Raja Muda setelah mendengar cerita itu. Ia bahkan ingin menyerang kerajaan Raja Muda. Sekalipun Dang Tuanku dan Cindur Mata berusaha mengingatkannya bahwa peperangan itu akan menghabiskan persediaan emas dan perak Istana, ia tidak peduli.
      Dang Tuanku menyarankan kepada Bunda Kandung untuk memerintahkan Cindur Mata berkunjung ke Sikelawi. Ia ditemani oleh Binuang (kerbau besar seperti gajah), Gumarang (kuda yang larinya sangat cepat), membawa beras secupak, sirih pinang lengkap pertanda putih hati dan muka yang jernih. Tugas yang diembun Cindur Mata ke Sungai Ngiang itu sangat berat. Sebelum pergi, Dang Tuanku berpesan untuk menemui Puti Bungsu dan menceritakan bahwa ia dalam keadaan baik. Ia juga memerintahkan untuk menjemput sang putri. Jika sang putri tidak mau, ia sendiri yang akan menjemputnya.
      Sesampai di bukit Tambun Tulang ia mendapat firasat akan bahaya yang mengancam karena banyak penyamun yang akan menghadang perjalanannya. Mereka bukan menyamun karena harta, bukan pula karena dendam, melainkan nyawa.
      Gerombolan penyamun itu dipimpin oleh Datuk Gempa Cina, Datuk Biduri Sakti Datuk Rendang Kacang, Datuk Gerak Gasing, dan Mancit Pelejang Antah, dan masih banyak lagi. Cindur Mata menantang pimpinan gerombolan penyamun tanpa gentar. Dengan kesaktiannya, ia berhasil membunuh para penyamun. Karena jumlah mereka sangat banyak, Cindur Mata kewalahan. Binuang datang membantu dengan menyeruduk gerombolan itu sehingga mereka lari kocar-kacir dan menyerah.
       Cindur Mata terus berjalan menuju Sungai Ngiang. Ia berhenti di tepian sungai milik Putri Janit Jintan yang dilarang untuk dimasuki. Karena tidak tahu larangan itu, Cindur Mata membiarkan si binuang minum air sungai itu dan berkubang didalamnya sehingga air sungai menjadi sangat keruh. Putri Janit Jintan menyuruh hulubalangnya menangkap Cindur Mata. Pertarungan diantara mereka pun tidak dapat dihindari.
      Salah seorang hulubalang itu melaporkan kejadian itu kepada Raja Imbang Jaya. Raja Imbang Jaya mengizinkan Cindur Mata melanjutkan perjalanan.
      Cindur Mata sampai di ranah Sikelawi. Semua menteri dan balatentara dipanggil oleh Raja Muda untuk menyambut kedatangan Cindur Mata. Cindur Mata menjelaskan maksud kedatangannya dan menyampaikan titah Bunda Kandung untuk memberikan cendera mata dari Pagaruyung.
      Raja Muda meminta Cindur Mata tetap di istananya, sedangkan ia akan pergi ke Pagaruyung menengok kemenakan dan kakak kandungnya. Cindur Mata menahan keinginan Raja Muda.
      Persiapan pesta pernikahan Puti Bungsu dengan Imbang Jaya terus berjalan. Dengan suatu muslihat Cindur Mata dapat bertemu dengan Puti Bungsu. Cindur Mata menyampaikan pesan dari Dang Tuanku. Jika hal ini terjadi, maka perang saudara tidak dapat dihindari, Dang Tuanku akan menjemput paksa Puti Bungsu.
      Mereka mengatur rencana untuk melarikan diri. Setelah acara perjamuan makan, Raja Muda menyuruh Cindur Mata, pejabat-pejabat penting, menteri untuk menjemput mempelai pria dengan berbagai sambutan yang meriah. Setelah itu tejadi hal-hal yang gaib, sehingga Cindur Mata dapat menculik Puti Bungsu. Cindur Mata membawa Puti Bungsu ke Pagaruyung.
      Mengetahui kedatangan Cindur Mata seorang diri, Bunda Kandung mengumpulkan Besar Empat Balai, Tuan Kadi, beserta seluruh rakyat meminta penjelasan dari Cindur Mata. Di mata orang-orang Pagaruyung tindakan Cindur Mata dianggap salah. Cindur Mata menjelaskan bahwa ia menitipkan Putri Bungsu di istana Tuan Kadi. Bunda Kandung mengajak Kembang Bendahari, Kembang Bungcina, dan dayang-dayang istana untuk menjemput Puti Bungsu. Semua menurutinya, kecuali Dang Tuanku dan Cindur Mata. Ketika bertemu dengan Puti Bungsu, Bunda Kandung tidak dapat menahan air matanya. Ia memeluk kemenakkannya.
      Sementara itu, semua orang termasuk Tuan Kadi, Besar Empat Balai, dan Raja Dua Sila-orang terakhir yang dapat memutuskan suatu perkara-tidak dapat memutuskan hukuman yang tepat bagi Cindur Mata. Semuanya menyerahkan permasalahan itu kepada Dang Tuanku. Setelah melalui perdebatan panjang, akhirnya Dang Tuanku berkata, "Jika orang tua Puti Bungsu datang karena rindu kepada anaknya dan hendak membawa puterinya kembali, kita antarkanlah beramai-ramai sampai ke ranah Sikewali. Namun, jika Imbang Jaya yang datang kemari, jangan menyerahkan Putri Bungsu kepadanya karena belum tentu sang putri menyukainya. Jika kedatangan mereka bermaksud mengajak berperang, maka Bunda Kandung harus mempersiapkan segalanya. Jalan yang terbaik saat ini adalah mengirim Putri Bungsu dan Cindur Mata ke Indrapura. Jika Imbang Jaya datang kemari, ia tidak dapat menemui keduanya."
      Permasalahan itu pun selesailah sudah. kini mereka mempersiapkan pesta pernikahan antara Cindur Mata dengan Puti Lenggo Geni dan pernikaha Dang Tuanku dengan Puti Bungsu. Pada petang Kamis malam Jumat, kedua pasangan itu dinikahkan. Dang Tuanku dan Puti Bungsu ti nggal di dalam kampung Kota Dalam, diatas anjuenggo Geni pulang ke Sungaitarab.
      Sementara itu, Imbang Jaya yang kehilangan tunangannya sangat marah. Ia bermaksud menyerang Pagaruyung yang telah menculik tunangannya. Putri Ranit Jintan mengusulkan agar mereka membakar Pagaruyung dengan cermin api besar. Ia menyuruh beberapa orang pergi ke Pagaruyung dan menjalankan rencananya. mereka mengarahkan cermin itu ke segala penjuru, sehingga rumah-rumah kecil di sekitar negeri Pagaruyung terbakar.
      Kobaran apinya terlihat oleh Dang Tuanku. Ia mengambil cermin terus dan mengarahkan cermin itu ke kobaran api. Ia melihat banyak orang berkumpul di Batupatah sedangkan mengarahkan cermin besar. Ia memerintahkan Cindur Mata menumpas mereka. Cindur Mata menghunus pedang jenawi dan membawa si binuang untuk menumpas musuh. Perang itu dimenangkan oleh Cindur Mata.
      Mendengar kekalahan pasukannya, Imbang Jaya sangat marah. Ia mengerahkan pasukannya menyerang Pagaruyung. Pertarungan pun berlangsung sengit. Imbang Jaya tewas terbelah dua oleh Raja Dua Sila. Melihat rajanya mati, pasukan Imbang Jaya menyerah. Raja Tiang Bungkuk-ayah Imbang Jaya-sangat marah mendengar kematian anaknya. Ia bermaksud ntuk menghadapi Tiang Bungkuk, Cindur Mata akan menghadapinya secara langsung tanpa melibatkan raja Dua Sila dan Besar Empat BAlai.
      Suatu malam, Dang Tuanku bermimpi bahwa ia, Bunda Kandung, dan Putri Bungsu diperintahkan untuk meninggalkan dunia ini. Pada saat Tiang Bungkuk datang, dari langit akan turun sebuah perahu-perahu Nabi Nuh- yang akan membawa mereka. Ketiganya yidak akan dikuburkan di Pagaruyung melainkan di tanah suci. Mendengar mimpi Dang Tuanku, Bunda Kandung menangis dan menitahkan seluruh rakyat untuk berkumpul. Ia kemudian menobatkan Cindur Mata sebagai Raja Pagaruyung, dengan gelar Raja Muda. 
      Takala mendengar kedatangan Tiang Bungkuk, Cindur Mata yang telah bergelar Raja Muda, segera bersiap untuk menyambutnya. Keduanya bertemu dan saling menyerang. Dengan segenap kemampuannya, keduanya berusaha saling menyerang, mereka sama-sama kuat. Semua orang yang menyaksikan pertarungan itu berdebar-debar karena tidak ada tanda-tanda kekalahan pada salah satu diantara mereka hingga pertarngan keduanya pun dihentikan. Namun, dengan kecerdikan Cindur Mata, ia dapat mengelabui Tiang Bungkuk. Ia berhasil menikam Tiang Bungkuk berulang kali, hingga Tiang Bungkuk jatuh roboh. Sebelum meninggal, Tiang Bungkuk berpesan kepada Cindur Mata agar ia menjaga negeri Sungingiang dan menyerahkan putrinya, Ranit Jintan.
      Cindur Mata diangkat menjadi raja Sungaingiang dan ranah Sikelewi. Ia kemudian menikah dengan Puti Retno Bulan, adik kandung Puti Bungsu, anak Puti Lindung Bulan. Tiga musim setelah pernikahannya dengan Puti Retno Bulan, lahirlah Sutan Lembang Alam, yang kemudian bergelar Sutan Amiru'llah. Tiga musim kemudian, lahirlah adik dari Sutan Amiru'llah yang bernama Puti Lembak Tuah. Selanjutnya Sutan Amiru'llah dinobatkan sebagai raja untuk menggantikan ayahnya.
      Akhirnya, Cindur Mata pulang ke Pagaruyung. Cindur Mata memerintah Minangkabau dan taklukannya. Cindur Mata yang bergelar tuanku Raja Muda memerintah secara bijaksana. Pada masa ini rakyat makmur dan negeri aman.

1 komentar:

  1. Dimana kita dapat membeli buku cerita klasik cindue mato.trm kash

    BalasHapus

search

About

Seluk Beluk Sastra