DI BAWAH LINDUNGAN KA'BAH

Di Bawah Lindungan Ka'bah adalah roman karya Hamka. Roman atau novel ini sarat dengan agama Islam. Roman ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Balai Pustaka, tahun 1930.
      Roman atau novel ini, bercerita tentang kasih tak sampai karena perbedaan status sosial yang menyolok. Di dalam ceritanya itu disampaikan pesan-pesan moral dan ajaran agama, khususnya ajaran agama Islam. Roman ini berlatar Pedang panjang di Mekah.
      Tokoh-tokoh cerita ini adalah Hamid, pemuda yang berbudi luhur dan taat beragama. Ia adalah anak yatim dari sebuah keluarga miskin. Ia diangkat anak oleh Haji Jafar; Haji Jafar, seorang saudagar kaya yang berhati mulia; Asiah; istri Haji Jafar. Ia sangat berbudi luhur; Zaenab, anak Haji Jafar. Ia adalah gadis yang berhati mulia, taat kepada orang tua, dan selalu menjalankan perintah agama; Rosna; sahabat karib Zaenab. Dia juga berbudi luhur dan taat kepada ajaran agama; Saleh, sahabat karib Hamid yang berbudi luhur dan taat beragama. Dia suami Rosna.
      Seorang anak yatim yang miskin bernama Hamid diangkat anak oleh keluarga Haji Jafar. Haji Jafar adalah seorang yang kaya raya. Haji Jafar dan istrinya (Asiah), menganggap Hamid seperti anak sendiri. Hamid anak yang rajin, sopan, dan berbudi sehingga diperlakukan sama dengan anak kandung mereka, Zaenab.
      Hamid juga menganggap Zaenab sebagai adik kandungnya sendiri. Ia sangat menyayangi gadis itu dan selalu melindunginya. Zaenab pun menganggap Hamid seperti kakak kandungnya. Ia banyak bersama-sama dengan Hamid. Karena bersekolah di tempat yang sama, keduanya pergi dan bermain bersama. Ketika mereka beranjak remaja, dalam hati mereka mulai tumbuh perasaan lain, suatu perasaan yang selama ini belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Hamid merasa bahwa rasa sayangnya terhadap Zaenab bukan lagi perasaan sayang kepada adiknya. Demikian pula halnya dengan Zaenab.
      Setelah tamat dari sekolah rendah, Hamid melanjutkan sekolah ke Padang Panjang, sedangkan Zaenab tidak melanjutkan sekolahnya. Pada masa itu, wanita yang tamat sekolah rendah tidak dibolehkan meneruskan sekolahnya. Mereka dipingit untuk kemudian dinikahkan dengan pilihan orang tuanya. Zaenab pun dipingit oleh orang tuanya. Dengan berat hati, Hamid meninggalkan gadis itu.
      Selama di Padangpanjang, pemuda itu semakin menyadari perasaan cintanya kepada Zaenab. Perasaan rindu hendak bertemu dengan gadis itu semakin hari semakin menyiksa. Ia ingin selalu di dekatnya. Namun, ia tidak berani mengutarakan perasaan hatinya. Ia sadar adanya jurang pemisah yang sangat dalam diantara mereka. Zaenab berasal dari keluarga berada dan terpandang, sedangkan dia berasal dari keluarga miskin. Itulah sebabnya, rasa cintanya yang bergelora terhadap Zaenab hanya dipendamnya saja.
      Hamid harus benar-benar menguburkan perasaan cintanya kepada Zaenab ketika Haji Jafar, ayah Zaenab yang sekaligus ayah angkatnya, meninggal dunia. Tidak lama kemudian, ibu kandungnya pun meninggal. Betapa pilu hatinya ditinggal oleh dua orang yang sangat dicintainya. Kini dia merasa hidup sebatang kara. Ia merasa tidak lebih sebagai pemuda yatim piatu yang miskin. Sejak kematian ayah angkatnya. Hamid tidak dapat menemui Zaenab lagi karena gadis itu telah dipingit ketet oleh mamaknya.
      Hati Hamid semakin hancur ketika mengetahui bahwa Zaenab akan dijodohkan dengan pemuda yang memiliki hubungan kekerabatan dengan ayah angkatnya. Bahkan, Mak Asiah menyuruh Hamid untuk membujuk Zaenab agar menerima pemuda pilihan ibunya. Betapa hancur hati Hamid menerima kenyataan itu. Cinta kasihnya kepada gadis pujaan hatinya tidak akan pernah tercapai.
      Dengan berat hati, Hamid menuruti kehendak Ma Asiah. Dia menemui Zaenab dan membujuk gadis itu agar menerima pemuda pilihan mamaknya. Menerima kenyataan tersebut, hati Zaenab menjadi sangat sedih. Dalam hatinya, ia ingin menolak kehendak mamaknya, namun ia tidak mampu melakukannya. Maka dengan sangat terpaksa, ia menerima pemuda pilihan orangtuanya itu.
      Setelah kejadian itu, Hamid memutuskan untuk pergi meninggalkan kampung halamannya. Ia tidak sanggup menanggung beban yang begitu berat. Dia meninggalkan Zaenab dan pergi ke Medan. sesampainya di Medan, dia menulis surat kepada Zaenab. Dalam suratnya, dia mencurahkan isi hatinya kepada gadis itu. Dari Medan, Hamid melanjutkan perjalanan menuju Singapura. Kemudian, dia pergi ke tanah suci Mekkah.
      Betapa sedih dan hancur hati Zaenab ketika ia menerima surat dari Hamid. Gadis itu tersiksa karena ia pun mencintai Hamid. Ia sangat merindukan pemuda itu. Namun, ia harus melupakan cintanya karena mamaknya telah menjodohkan dirinya dengan pemuda lain. Karena selalu dirundung kesedihan, Zaenab menjadi sering sakit-sakitan dan ia kehilangan semangat hidupnya.
      Hamid selalu gelisah karena menahan rindu kepada Zaenab. Untuk menghapuskan kerinduannya, dia bekerja pada sebuah penginapan milik seorang Syekh. Sambil bekerja, dia terus memperdalam agama Islam dengan tekun.
      Setelah setahun berada di Mekkah, Hamid bertemu dengan Saleh, seorang teman dari kampungnya sedang yang melaksanakan ibadah haji. Ketika itu Saleh menjadi tamu di penginapan tempat Hamid bekerja. Dari Saleh, Hamid dapat mendengar kabar tentang Zaenab. Sejak kepergiannya, gadis itu sering sakit-sakitan. Ia sangat menderita karena dia  menanggung rindu kepadanya. Ia juga mengetahui bahwa gadis itu tidak jadi menikah dengan pemuda pilihan ibunya.
      Mendengar penuturan itu, Hamid merasa sedih sekaligus gembira. Dia sedih sebab Zaenab dalam keadaan menderita batin. Di lain pihak, dia gembira sebab gadis itu ternyata mencintai dirinya. Artinya, dia tak bertepuk sebelah tangan. Sebab itu, Zaenab akan menjadi miliknya karena gadis itu tidak menjadi menikah dengan pemuda pilihan mamaknya. Setelah mengetahui kenyataan yang mengembirakan itu, Hamid memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya setelah ia menunaikan ibadah haji.
       Sementara itu, Saleh mengirim surat kepada istrinya yang isinya mengabarkan pertemuannya dengan Hamid. Ia menceritakan bahwa Hamid masih menantikan Zaenab, dan ia pun memberitahukan bahwa Hamid akan pulang ke kampung halamannya bila mereka telah selesai menunaikan ibadah haji.
      Rosna memberikan surat dari Saleh kepada Zaenab,. Ketika membaca surat itu, betapa gembiranya hati Zaenab. Ia tidak pernah menyangka akan bertemu lagi dengan kekasih hatinya. Ia merasa tidak sabar lagi menanti kedatangan Hamid. Segala kenangan indah bersama pemuda itu kembali menari-nari dalam pikirannya. Semua perasaanya itu ia ungkapkan melalui surat kepada Hamid.
      Hamid menerima surat Zaenab dengan suka cita. Semangatnya untuk segera kembali ke kampung semakin menggebu-gebu. Dia sangat merindukan kekasihnya. Itulah sebabnya, dia memaksakan diri untuk tetap menunaikan ibadah haji sekalipun dalam keadaan sakit. Dia menjalankan setiap tahap yang wajib dilaksanakan untuk kesucian dan kemurnian ibadah haji dengan penuh semangat. Dalam keadaan sakit parah, ia melakukan wukuf di Padang Arafah, tubuhnya semakin melemah.
      Pada saat yang sama, Saleh mendapat kabar dari istrinya bahwa Zaenab telah meninggal dunia. Dia tidak ingin memberi tahu kabar itu kepada Hamid karena pemuda itu juga sedang sakit parah. Namun, Hamid mendesaknya untuk menceritakan isi surat tersebut.
      Mengetahui isi surat tersebut itu, Hamid sangat terpukul. Namun, karena keimanannya kuat, dia mampu menerima kenyataan pahit itu. Ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Alloh Swt. Keesokan harinya, dia tetap memaksakan diri untuk berangkat ke Mina. Namun, dalam perjalanannya, dia terjatuh, sehingga Saleh mengupah orang Baduy untuk memapahnya.
      Usai acara di Mina, mereka berdua berangkat ke Masjidil Haram. Ketika mereka selesai mengelilingi Ka'bah, Hamid meminta berhenti di Kiswah. Sambil memegang Kiswah itu, ia mengucapkan "Ya, Rabbi, ya Tuhanku Yang Maha Pengasih dan Penyayang," beberapa kali. Suaranya semakin melemah dan akhirnya berhenti untuk selama-lamanya. Hamid meninggal dunia di depan Ka'bah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

search

About

Seluk Beluk Sastra