Achdiat Karta Mihardja

      Penulis ini dilahirkan di Cabatu,Garut (Jawa Barat),tanggal 6 Maret 1911. Achdiat bermukim di Canberra,Australia dalam menjalani masa pendidikannya. Pendidikan yang ditempuhnya adalah AMS-A Solo dan Fakultas Satra dan Filsafat UI. Pernah bekerja sebagai guru Taman Siswa,redaktur Balai Pustaka,Kepala Jawatan Kebudayaan Perwakilan Jakarta Raya,dosen Fakultas Sastra UI (1956-1961),dan sejak 1961 hingga pensiun menjadi dosen kesusastraan Indonesia pada Australian National University,Canberra. Achdiat juga pernah menjadi redaktur harian Bintang Timur dan majalah Gelombang Zaman(Garut),Spektra,Pujangga Baru,Konfrontasi,dan Indonesia. Di samping itu,ia pernah menjadi Ketua PEN Club Indonesia,Wakil Ketua Organisasi Pengarang Indonesia,anggota BKMN,anggota Partai Sosialis Indonesia,dan wakil Indonesia dalam kongres Pen Club Internasional di Lausanne,Swiss (1951).
      Kumpulan cerpennya, Keretakan dan Ketegangan (1951),mendapat hadiah satra Nasional BKMN tahun 1957 dan novel,Atheis (1949),memperoleh Hadiah Tahunan Pemerintah RI tahun 1969. Tahun 1972 R.J Maguie menerjemahkan novel ini ke dalam bahasa Inggris dan tahun 1974 Syuman Djaya mengangkatnya pula ke Layar Perak.
      Achdiat menulis cerpen,novel,drama dan menjadi editor. Karya-karyanya antara lain ; Polemik kebudayaan (editor,1948),Bentrokan Dalam Asrama(drama,1952),Keluarga Raden Sastra(drama,1954),Puncak Kesepian(drama,1959),Kesan dan Kenangan (1960),Debu Cinta Bertaburan(novel,Singapura, 1973),Belitan Nasib(kumpulan cerpen,1975),Pembunuhan dan Anjing Hitam (kumpulan cerpen,1975),Pak Dullah in Extermis (drama,1977).
      Karya-karya Achdiat Kartamihardja menjadi bahan telaah dan kajian. Boen S. Oemarjati,menelaah Atheis dengan judul tulisan Roman Atheis: Sebuah Pembicaraan(1962). Subagio Sastrowardoyo juga menelaan roman Atheis yang dituangkannya dalam judul,''Pendekatan kepada Roman Atheis'' dalam Sastra Hindia Belanda dan Kita (1983). Bukunya yang berjudul Si Kabayan Manusia Lucu terbit tahun 2000

Ariffin Noor Hasby

PROFIL SINGKAT

Penulis ini dilahirkan di Marabahan,Barito Kuala ( Kalimantan Selatan ),tanggal 20 Februari 1964. Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universita Lambung Mangkurat,Banjarmasin (1989). Sajak-sajaknya dimuat dalam dalam antologi Elite penyair Kalsel 1979-1985(1986),potret pariwisata indonesia dalam puisi(1991),Tamu Malam (1992),Cerita Dari Hutan Bakau (1994),getar II (1996) Dan Antologi Puisi Indonesia 1997(1997)

tahukah kamu?

Adagium
Ungkapan tradisional yang diterima sebagai suatu kebenaran. Contoh '' Orang sabar kekasih allah.'' Adagium ada hubungannya dengan istilah lain yang menyatakan suatu kebenaran umum seperti Aforisme,maksim,pepatah,dan peribahasa. Di dalam teks sastra,khususnya fiksi dan drama,adagium sering ditemukan dalam dialog para tokohnya

Addendum
dari istilah latin dan perancis disebut addition. Tambahan atau sesuatu yang ditambahkan;misalnya apendiks yang ada pada buku. Bentuk jamaknya,addenda. Istilah lain: lampiran dan tambahan.

AD-LIB
Istilah yang berasal dari bahasa Latin adlib. Maksudnya adalah penambahan (misalnya,inprovisasi) kata-kata dan gerak dalam suatu pementesan; berasal dari bahsa latin,ad-libitum 'dengan senang hati '. Lihat AD LIBITUM.

AD LIBITUM
Dari istilah Latin yang berarti 'seenaknya', 'mana suka' . Bentuk kependakannya ad lib. Menjadi istilah drama yang merunjuk kepada gerak atau ucapan yang dilakukan secara spontan oleh pameran(tidak tertera dalam naskah).




















Apa Itu Romantik?

ROMANTIK

ialah kesustraan yang sangat mengutamakan perasaan,sehingga objek yang dikemukakan tidak lagi asli,tetapi telah bertambah dengan unsur perasaan si pengarang. aliran ini kadang berpadu dengan dengan aliran Idealisme dan aliran Realisme,sehingga timbul pula aliran romantik idealisme dan romantik realisme. dengan demikian,romantik mencakup berbagai macam faktor majemuk seperti misalnya aliran kebudayaan yang terjadi di eropa abad ke 19 maupun tematik,gaya dan sikap hidup yang juga kelihatan lepas dari kurun waktu tertentu itu. romantik sebagai suatu periode kebudayaan tertentu menonjolkan pemujaan terhadap alam yang murni,terhadap masa silam,terhadap yang bersifat eksotis,misterius,emosi yang bebas,pemberontakan terhadap gaya hidup teratur kaum borjuis,memupuk yang original,identitas nasional,floklore,dan gaib. di Perancis Romantik dirintis oleh Rousseau dan dipopulerkan oleh Chateaubriand( Atala yang pernah diterbitkan dalam bahasa Indonesia) dan mencapai puncaknya dalam karya Victor Hugo(Cencale,1827),di InggrisWalter Scott (Roman Sejarah) dan penyair Word Sworth,Shelley,Keats dan Byron. Para Pujangga Baru di Indonesia memperlihatkan pengaruh Romantik(memuja keindahan alam,menjungjung tinggi ungkapan indah,memupuk cinta tanah air)

KRAWANG-BEKASI (Chairil Anwar)

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.

Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa

Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak

Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir

Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian

Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi

(1948)
Brawidjaja,
Jilid 7, No 16,
1957

PRAJURIT JAGA MALAM (Chairil Anwar)

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu......
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu !

(1948)
Siasat,
Th III, No. 96
1949

Chairil Anwar

Chairil Anwar (lahir di Medan, Sumatera Utara, 26 Juli 1922 – meninggal di Jakarta, 28 April 1949 pada umur 26 tahun) atau dikenal sebagai "Si Binatang Jalang" (dari karyanya yang berjudul Aku [2]) adalah penyair terkemuka Indonesia. Bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, ia dinobatkan oleh H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan '45 dan puisi modern Indonesia.

Masa kecil

Dilahirkan di Medan, Chairil Anwar merupakan anak tunggal. Ayahnya bernama Toeloes, mantan bupati Kabupaten Indragiri Riau, berasal dari Taeh Baruah, Limapuluh Kota, Sumatra Barat. Sedangkan ibunya Saleha, berasal dari Situjuh, Limapuluh Kota. [1] Dia masih punya pertalian keluarga dengan Sutan Sjahrir, Perdana Menteri pertama Indonesia. [2]
Chairil masuk sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sekolah dasar untuk orang-orang pribumi waktu masa penjajahan Belanda. Dia kemudian meneruskan pendidikannya di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), sekolah menengah pertama Hindia Belanda, tetapi dia keluar sebelum lulus. Dia mulai untuk menulis sebagai seorang remaja tetapi tak satupun puisi awalnya yang ditemukan.
Pada usia sembilan belas tahun, setelah perceraian orang-tuanya, Chairil pindah dengan ibunya ke Jakarta di mana dia berkenalan dengan dunia sastra. Meskipun pendidikannya tak selesai, Chairil menguasai bahasa Inggris, bahasa Belanda dan bahasa Jerman, dan dia mengisi jam-jamnya dengan membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer M. Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, H. Marsman, J. Slaurhoff dan Edgar du Perron. Penulis-penulis ini sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung memengaruhi puisi tatanan kesusasteraan Indonesia.

Masa dewasa

Nama Chairil mulai terkenal dalam dunia sastera setelah pemuatan tulisannya di "Majalah Nisan" pada tahun 1942, pada saat itu dia baru berusia dua puluh tahun. Hampir semua puisi-puisi yang dia tulis merujuk pada kematian.[3]. Chairil ketika menjadi penyiar radio Jepang di Jakarta jatuh cinta pada Sri Ayati tetapi hingga akhir hayatnya Chairil tidak memiliki keberanian untuk mengungkapkannya.[4] Puisi-puisinya beredar di atas kertas murah selama masa pendudukan Jepang di Indonesia dan tidak diterbitkan hingga tahun 1945.[5][6]
Semua tulisannya yang asli, modifikasi, atau yang diduga diciplak dikompilasi dalam tiga buku : Deru Campur Debu (1949); Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus (1949); dan Tiga Menguak Takdir (1950, kumpulan puisi dengan Asrul Sani dan Rivai Apin).

Akhir hidup

Vitalitas puitis Chairil tidak pernah diimbangi kondisi fisiknya, yang bertambah lemah akibat gaya hidupnya yang semrawut. Sebelum dia bisa menginjak usia dua puluh tujuh tahun, dia sudah kena sejumlah penyakit. Chairil Anwar meninggal dalam usia muda karena penyakit TBC[7] Dia dikuburkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak, Jakarta. Makamnya diziarahi oleh ribuan pengagumnya dari zaman ke zaman. Hari meninggalnya juga selalu diperingati sebagai Hari Chairil Anwar.

Karya tulis yang diterbitkan


Sampul Buku "Deru Campur Debu"

Terjemahan ke bahasa asing

Karya-karya Chairil juga banyak diterjemahkan ke dalam bahasa asing, antara lain bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Terjemahan karya-karyanya di antaranya adalah:
  • "Sharp gravel, Indonesian poems", oleh Donna M. Dickinson (Berkeley, California, 1960)
  • "Cuatro poemas indonesios [por] Amir Hamzah, Chairil Anwar, Walujati" (Madrid: Palma de Mallorca, 1962)
  • Chairil Anwar: Selected Poems oleh Burton Raffel dan Nurdin Salam (New York, New Directions, 1963)
  • "Only Dust: Three Modern Indonesian Poets", oleh Ulli Beier (Port Moresby [New Guinea]: Papua Pocket Poets, 1969)
  • The Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Burton Raffel (Albany, State University of New York Press, 1970)
  • The Complete Poems of Chairil Anwar, disunting dan diterjemahkan oleh Liaw Yock Fang, dengan bantuan H. B. Jassin (Singapore: University Education Press, 1974)
  • Feuer und Asche: sämtliche Gedichte, Indonesisch/Deutsch oleh Walter Karwath (Wina: Octopus Verlag, 1978)
  • The Voice of the Night: Complete Poetry and Prose of Chairil Anwar, oleh Burton Raffel (Athens, Ohio: Ohio University, Center for International Studies, 1993)

Karya-karya tentang Chairil Anwar


  • Chairil Anwar: memperingati hari 28 April 1949, diselenggarakan oleh Bagian Kesenian Djawatan Kebudajaan, Kementerian Pendidikan, Pengadjaran dan Kebudajaan (Djakarta, 1953)
  • Boen S. Oemarjati, "Chairil Anwar: The Poet and his Language" (Den Haag: Martinus Nijhoff, 1972).
  • Abdul Kadir Bakar, "Sekelumit pembicaraan tentang penyair Chairil Anwar" (Ujung Pandang: Lembaga Penelitian dan Pengembangan Ilmu-Ilmu Sastra, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, 1974)
  • S.U.S. Nababan, "A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar" (New York, 1976)
  • Arief Budiman, "Chairil Anwar: Sebuah Pertemuan" (Jakarta: Pustaka Jaya, 1976)
  • Robin Anne Ross, Some Prominent Themes in the Poetry of Chairil Anwar, Auckland, 1976
  • H.B. Jassin, "Chairil Anwar, pelopor Angkatan '45, disertai kumpulan hasil tulisannya", (Jakarta: Gunung Agung, 1983)
  • Husain Junus, "Gaya bahasa Chairil Anwar" (Manado: Universitas Sam Ratulangi, 1984)
  • Rachmat Djoko Pradopo, "Bahasa puisi penyair utama sastra Indonesia modern" (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985)
  • Sjumandjaya, "Aku: berdasarkan perjalanan hidup dan karya penyair Chairil Anwar (Jakarta: Grafitipers, 1987)
  • Pamusuk Eneste, "Mengenal Chairil Anwar" (Jakarta: Obor, 1995)
  • Zaenal Hakim, "Edisi kritis puisi Chairil Anwar" (Jakarta: Dian Rakyat, 1996)

Air Selokan (Sapardi Djoko Damono)

"Air yang di selokan itu mengalir dari rumah sakit," katamu pada suatu hari minggu pagi. Waktu itu kau berjalanjalan bersama istrimu yang sedang mengandung
-- ia hampir muntah karena bau sengit itu.
Dulu di selokan itu mengalir pula air yang digunakan untuk memandikanmu waktu kau lahir: campur darah dan amis baunya. Kabarnya tadi sore mereka sibuk memandikan mayat di kamar mati.
Senja ini ketika dua orang anak sedang berak di tepi selokan itu, salah seorang tiba-tiba berdiri dan menuding sesuatu:
"Hore, ada nyawa lagi terapung-apung di air itu -- alangkah indahnya!"
Tapi kau tak mungkin lagi menyaksikan yang berkilau-kilauan hanyut di permukaan air yang anyir baunya itu, sayang sekali.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

search

About

Seluk Beluk Sastra