PUISI PUTU WIJAYA


 RAKSASA

Di dalam mimpiku ada raksasa
Taringnya sebesar pohon kelapa
Kepalanya gundul sekeras baja
Dari Mulutnya menyembur kata-kata jahat
Hai anak kecil kamu tak usah rajin
Buang buku ayo main di jalanan
Jangan dengar kata orang tua
Ikut ogut berpesta pora
Tetapi aku bukan anak ingusan
Tubuhku masih kecil tapi hatiku besar
Ibu sudah melatihku jadi kuat
Dan papaku tak senang aku bodoh
Guruku di sekolah selalu bilang
Hati-hati dengan orang jahat
Mulutnya manis tetapi akibatnya berat
Raksasa itu marah dan merengut
Karena aku tak  sudi tekuk lutut
Dari mulutnya keluar api panas
Tangannya mau mencekik ganas
Hai anak berani,katanya marah
Kalau Kau bandel awas kumamah
Lau Menganga taringnya berkilat
Lalu Melompat mau menyikat
Aku tenang tapi waspada
Tidak Teriak takut pun bukan
Sambil berdoa aku bertindak
Keluarkan raportku serentak
Angka delapan,Sembilan, dan sepuluh
Meloncat melilit raksasa
Dalam sekejap mata ia menyerang
Ampun,jerit raksasa ketakutan
jangan ikat aku dengan angka
Aku berjanji tak lagi nakal
Mengganggu anak yang rajin belajar
Dalam tidurku muncul raksasa
Tetapi ia sudah kapok
Sekarang setia menjaga tidurku
Sambil belajar membaca

PUISI AGUS R. SARJONO

SAJAK PALSU

Selamat pagi pak, selamat pagi bu, ucap anak sekolah
dengan sapaan palsu. Lalu merekapun belajar
sejarah palsu dari buku-buku palsu. Di  akhir sekolah
mereka terperangah melihat hamparan nilai mereka
yang palsu. Karena tak cukup nilai, maka berdatanganlah
mereka ke rumah-rumah bapak dan ibu guru
untuk menyerahkan amplop berisi perhatian
dan rasa hormat palsu. Sambil tersipu palsu
dan membuat tolakan-tolakan palsu, akhirnya pak guru
dan bu guru terima juga amplop itu sambil berjanji palsu
untuk mengubah nilai-nilai palsu dengan
nilai-nilai palsu yang baru. Masa sekolah
demi masa sekolah berlalu, merekapun lahir
sebagai ekonom-ekonom palsu, ahli hukum palsu,
ahli pertanian palsu, insinyur palsu.
Sebagian menjadi guru, ilmuwan
atau seniman palsu. Dengan gairah tinggi
mereka  menghambur ke tengah pembangunan palsu
dengan ekonomi palsu sebagai panglima
palsu. Mereka saksikan
ramainya perniagaan palsu dengan ekspor
dan impor palsu yang mengirim dan mendatangkan
berbagai barang kelontong kualitas palsu.
Dan bank-bank palsu dengan giat menawarkan bonus
dan hadiah-hadiah palsu tapi diam-diam meminjam juga
pinjaman dengan ijin dan surat palsu kepada bank negeri
yang dijaga pejabat-pejabat palsu. Masyarakatpun berniaga
dengan uang palsu yang dijamin devisa palsu. Maka
uang-uang asing menggertak dengan kurs palsu
sehingga semua blingsatan dan terperosok krisis
yang meruntuhkan pemerintahan palsu ke dalam
nasib buruk palsu. Lalu orang-orang palsu
meneriakkan kegembiraan palsu dan mendebatkan
gagasan-gagasan palsu di tengah seminar
dan dialog-dialog palsu menyambut tibanya
demokrasi palsu yang berkibar-kibar begitu nyaring
dan palsu.

1998

Puisi Bode Riswandi


Letupan-letupan

Ada yang luput kucium dari tubuhmu;
Sisa bising kendaraan dan jejak para pejalan
Mereka jadi embun yang nempel di daun
Jadi kerikil yang terlempar dari alam lain

Ada yang luput kusapu dari tubuhmu;
Bulir keringat dan letupan-letupan isyarat
Mereka tumbuh jadi bahasa tanpa tabiat
Walau seteru kita berjalan kian hebat

Ada yang luput kubelai dari tubuhmu;
Semacam rambut serta pekat kabut
Tubuhku terlempar jauh jadi musyafir
Yang tak cukup nyali masuki hutan tafsir

Ada yang luput kubasuh dari tubuhmu;
Luka dan debu kota yang menggaris di lehermu
Pintu-pintu toko terkatup, jentik embun meletup
Dan sepi membiarkan dirimu sejenak hidup

Ketika tak ada lagi yang luput dari perburuan;
Aku cukup memandangmu dalam remang
Merasakan sunyi yang pecah ke dinding dan tiang
Menanti jejak mencekik lehermu lebih tak karuan

Ketika tak ada lagi yang luput dari perburuan;
Aku telah cukup nyali merambah hutan tafsir
Dirimu akan tinggal sendirian, atau tubuhku
Yang diburu bergantian

2009

Pernyataan

Jika dunia ini begitu cepat berputar, katamu
Aku mampu membenarkan ucapanmu
Kuhitung angka-angka yang melekat di usia
Kucabut seratus uban yang tumbuh di kepala
Aku ajak bicara segala mimpi yang membuat
Diri serasa muda. Semuanya selalu berujung
Di warna senja

Jika senja sering disekap penyair muda
Dalam puisi cinta juga balada, katamu
Aku mampu membuktikan pernyataan itu
Tanpa nafsu atau syahwat yang menggebu
Sebab aku bukanlah penyair yang mati muda
Yang mengharap hidup seribu tahun lamanya
Ketika tangis jadi bahasa yang sulit diterka

Aku adalah seseorang yang tak boleh lelah
Mencium aroma lekuk tubuhmu dan menanti
Pernyataan baru dari mulutmu. Jika malam
Yang sampai di ranjang jadi debu karena ditempa
Sungai eranganmu, seketika itu kau dan aku
Jadi orang lain dengan kecemasan masing-masing
Menunggu antara Gembira atau putus asakah
Yang selalu datang dengan tergesa

2009

Waktu Bak Pisau Belati


Esai karya Eneng Sri Wahyuni( Mahasiswa FKIP Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Siliwangi)

Tuhan menciptakan waktu agar manusia bisa memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Namun kenyataannya dewasa ini manusia banyak menggunakan waktu tersebut untuk hal-hal yang kurang bijaksana. Bahkan kebanyakan orang menilai bahwa waktu itu seolah-olah memperbudak manusia dan menganggap waktu itu mengejar mereka dan akan memangasa mereka dengan sekejap.
Selain itu waktu pun bisa membuat sebagian orang tertekan, resah, gelisah, panik bahkan takut. Hal ini sama seperti yang dirasakan oleh Nayla tokoh yang ada dalam cerpen Djenar Maesa Ayu. Dalam cerpennya Djenar menggambarkan kondisi kejiwaan sang tokoh yang merasa tertekan dan gelisah oleh waktu yang dia anggap waktu itu seperti pisau belati yang siap menusuk seakan memburunya dan akan menjadikannya abu dalam sekejap.
Kondisi kejiwaan seperti ini banyak dialami oleh sebagian orang di dunia ini. Namun yang membedakan munculnya rasa itu hanyalah penyebabnya saja. Dalam cerpen Djenar Nayla mengalami hal tersebut karena ia takut kehilangan waktunya yang hanya tinggal satu tahun semenjak ia mendengar dokter menyampaikan bahwa sudah terdeteksi sejenis kanker ganas pada ovariumnya.
Semenjak itu Nayla merasa waktu mulai tak bersahabat dengannya. Dia mulai gelisah dan takut akan waktu. Dan dia pun mulai bingung harus mulai dari kapan dia menghitung waktu hingga sampai pada waktu yang ditentukan dokter padanya.
Manusia sudah menerima hukuman mati tanpa pernah tahu kapan hukuman ini akan dilaksanakan. Karena itu Nayla tidak tahu mana yang lebih layak, merasa terancam atau bersyukur. Di satu sisi ia sudah tidak perlu lagi bertanya-tanya kapan eksekusi akan dilaksanakan. Tapi apakah setahun yang dokter maksud adalah 12 bulan, 52 minggu dan 365 hari dari sekarang? Bagaimana kalau satu tahun dimulai dari ketika kanker itu baru tumbuh. Atau satu minggu sebelum Nayla datang ke dokter. Atau mungkin benar-benar pada detik ketika dokter itu mengatakan satu tahun.
Dengan melihat kondisi ini kita bisa merasakan ketakutan dan kegelisahan yang dirasakan oleh tokoh ini. Namun tidak sedikit juga orang merasakan hal yang sama namun bukan karena mendengar dirinya divonis mengidap penyakit kanker ganas namun karena hal lain bisa karena hutang, tuntutan pekerjaan ataupun karena kurangnya rasa bersyukur dalam menjaliani kehidupan.
Padahal sebalumnya Nayla begitu akrab dengan waktu. Waktu adalah pelengkap, sebuah sarana mempermudah kegiatan sehari-hari, menuntunnya jadi roda kebahagiaan sehari-hari, mengingatkannya, dan waktu bukanlah sesuatu yang patut diresahkan. Karena waktu yang berjalan, hanyalah roda yang berputar tiga ribu enam ratus detik kali dua puluh empat jam. Gerakan mekanis rutinitas kehidupan, menggelinding di jalan bebas hambatan.
Hal ini pun bisa dirasakan oleh orang banyak saat mereka merasakan kebahgiaan dan menganggap bahwa hidup itu jauh dari masalah namun bila masalah itu datang maka manusia pun menganggap bahwa waktu itu adalah musuh yang akan menyergap dan membunuh dengan tiba-tiba.
Namun bila kita melihat dan merasakan kondisi yang dialami tokoh Nayla dalam cerpennya Djenar maka kita pun akan merasakan betapa resah dan tertekannya hidup dalam kondisi seperti itu. Namun kondisi ini akan berbeda bila kita melihatnya dari sisi lain dengan menganggap masalah itu adalah ujian yang harus kita lalui dan jalani dengan penuh rasa keimanan dan rasa syukur. Karena Tuhan tidak akan memberikan ujian kepada makhluknya yang tidak mampu, tergantung kita menyikapinya.
 Lain halnya dengan kondisi Nayla pada saat mengalami rasa depresi itu ia ingin menunda waktu, mengulur siang hingga tidak kunjung tiba malam. Nayla ingin merampas bulan sampai matahari selalu bersinar. Nayla ingin menghantamkan palu ke arah jam sehingga suara alarmnya bungkam. Nayla ingin menunda kematiaan.
 Ia mulai merasa kewajiban sebagai beban, ia mulai cemburu pada orang-orang yang masih dapat berjalan santai sambil berpegangan tangan.  Nayla ingin melakukan hal yang bisa membuatnya merasa puas dan senang meskipun yang diperbuat itu salah.
Dengan kondisi kejiwaan dan perbuatannya Nayla sepeti itu hanya akan menbuatnya membuang-buang waktu saja. Sampai akhirnya ia tersadar bahwa hidup adalah ibarat mobil berisikan satu tangki penuh bahan bakar. Ketika sang pengendara sadar bahan bakarnya sudah hampir habis, ia baru mengambil keputusan perlu tidaknya pendingin digunakan, untuk memperpanjang perjalanan, untuk sampai ke tujuan yang diinginkan.
Akhirnya Nayla pun memacu laju mobilnya semakin kencang. Memburu kesempatan untuk bersimpuh memohon pengampunan atas dosa-dosa yang Nayla sesali tidak sempat ia lakukan, sebelum jam tangannya berubah jadi sapu, mobil sedannya berubah jadi labu, dan dirinya berubah jadi abu.
Bila kita menyimak dari kondisi yang dialami Nayla maka kita bisa menyadari bahwa waktu adalah hal yang sangat berharga bagi kehidupan kita. Tanpa waktu kita tak bisa menjalani hidup karena hidup itu menjalani waktu. Seperti kereta yang melintas di atas rel. Tanpa rel maka kereta tak mungkin bisa berjalan.
Namun bila kita melihat dari kondisi kejiwaannya, kita dapat mengambil kesimpulan rasa resah, gelisah dan tertekan itu bisa kita sikapi dengan cara kita mendekatkan diri kepada sang Kholik. Jangan sampai seperti sikap Nayla yang baru menyadari saat ia mulai kehabisan waktu.

Goenawan Mohamad

Ia adalah penyair,budayawan,penulis esai,dan aktivis juralistik. Ia lahir di Batang, Jawa Tengah tanggal 29 Juli 1941.
      Ia mengikuti pendidikan di Fakultas Psikologi UI (1960-1964), kemudian memperdalam pengetahua di College d'Europe,Brugge, Belgia (1965/1966),Universitas Oslo,Norwegia (1966),dan Universitas Harvard (1989-1990). Pernah menjadi wartawan Harian Kami (1966-1970), anggota Dewan Kesenian Jakarta (1968-1971), Pemimpin redaksi majalah Express (1970_1971), anggota Badan Sensor Film (1969-1970), redaksi Horison (1967-1972; 1972-1992 salah seorang anggota Dewan Penasehat majalah ini), pemimpin redaksi majalah Zaman (1979-1985).
     Esainya ''Alam dalam Tangkapan Pertama Puisi'' dan Agama dalam Penciptaan Seni'', Mendapat Hadiah Pertama majalah Sastra tahu 1992; esainya, "Revolusi sebagai Kesusastraan dan Kesusastraan sebagai Revolusi" dan "Seribu Slogan dan Swbuah Puisi" mendapat Hadiah Pertama majalah Sastra tahun 1963; dan esainya "Sex, Sastra, Kita", mendapat penghargaan majalah Horison tahun 1969. Karyanya yang lain: Manifestasi (kumpulan esai bersama Taufiq Ismail, M Saribi Afn., dan lain-lain, 1963), Parikesit (kumpulan esai, 1971), Potret Seorang Penyair Muda sebagai si Malin Kundang (kumpulan esai, 1972), Catatan Pinggir (kumpulan esai, 1982), Catatan Pinggir 2 (kumpulan esai, 1989), Amaradana (kumpulan sajak, 1992), dan Misalkan Kita di Sarajevo (kumpulan sajak, 1998, terjemahannya bersama Ali Audah dan Taufiq Ismail): Penilaian Kembali Pemikiran Agama dan Islam (karya M.Iqbal, 1966). Tahun 2001, karya-karya puisi goenawa Muhamad dibukukan dengan judul sajak-sajak lengkap 1961-2001. Buku ii memperoleh penghargaan KLA 2001. Penanda tangan "Manifes Kebudayaan" ini pernah menerima Anugrah Sei dari Pemerintah RI. Tahun1981 menerima Hadiah Sastra ASEAN, dan tahun1992 menerima Hadiah A. Teeuw.

Ternyata Diam Itu Memang Emas


Sebuah Esai sederhana dari Cerpen A.A. Navis “ Menanti Kelahiran”

       Suatu perkawinan pada dasarnya diawali dengan  rasa saling mencintai , bahkan mungkin pada umumnya disertai niat yang suci tak sebatas melampiaskan nafsu birahi. Namun tak bisa dipungkiri , fakta sosial di masyarakat tentang perselingkuhan seorang suami telah banyak memberi bukti, sehingga para istri banyak yang terobsesi bahwa kepergian dan perubahan sikap sang suami, identik dengan perselingkuhan. Fenomena ini terjadi hampir di semua kalangan, status sosial bukanlah sebuah ukuran, Pergeseran moral sebagian masyarakat bisa saja terjadi di kalangan orang melarat, konglomerat bahkan mungkin seorang pejabat.Namun benarkah semua suami memiliki potensi seperti yang dituduhkan? tentu jawabnya tidaklah demikian. Tidak adil rasanya kalau semua suami divonis seperti itu.Masih banyak suami yang setia dan tabah untuk selalu berupaya keras membahagiakan keluarganya,walaupun kesetiaan itu tidak selalu dibuktikan dengan kata-kata. Disisi lain ternyata isu perselingkuhan pun tidak selamanya menjadi dominasi kaum laki-laki.
       Aa Navis dalam cerpennya yang berjudul Menanti Kelahiran mengangkat isyu  sosial tersebut lewat tokoh sepasang suami istri yang sedang menanti kelahiran anak pertamanya.
Dua karakter yang berbeda yang diilustrasikan lewat tokoh Haris dan Lena memberikan gambaran tentang kepedulian kalangan sastrawan untuk meluruskan pandangan masyarakat yang keliru. Lena sang istri yang sedang hamil tua dengan karakter sensitif dan cerewet dijadikan pigur sentral oleh sang pengarang untuk mengubah sudut pandang negatif para istri terhadap suaminya, Sementara Haris yang ditampilkan sebagai tokoh suami yang lebih banyak diam dan asik dengan Koran-korannya, mengandung pesan sosial bagi para istri, bahwa perubahan sikap seorang suami tidak selalu mengindikasikan adanya perselingkuhan.
 Diamnya Haris adalah betuk kesabaran untuk menghindari terjadinya pertengkaran, sehingga   Lena menyadari bahwa obsesinya tak beralasan. Obsesi tentang seorang istri yang masuk penjara karena memotong alat vital suaminya akibat cemburu buta, menyadarkan Lena bahwa itu adalah hal yang berlebihan, sehingga dia menyesali pandangannya sendiri.
       Menjelang ending cerita A.A.Navis membumbui cerpen ini dengan mengangkat isyu sosial tentang pembantu rumah tangga. Memang,  berita tentang sikap kurang terpuji seorang majikan terhadap pembantu rumah tangga dari waktu ke waktu  seolah-olah  tak ada habis-habisnya. Namun  dibalik itu, tak sedikit pula kita dengar berita tentang kenakalan seorang pembantu terhadap majikannya. Dalam hal ini sang pengarang menyoroti kasus ini secara bijak. Lewat dialog antara Lena dengan Haris digambarkan bahwa pembantu rumah tangga mereka tidak ada yang bertahan lama akibat sikap Lena yang cerewet. Melalui ilustrasi ini tersirat pesan pengarang bahwa seorang pembantu rumah tangga sekalipun dalam kodratnya sebagai manusia tidak cukup hanya dipenuhi haknya dalam bentuk pinansial, tetapi merekapun membutuhkan hubungan sosial yang harmonis dengan majikannya. Sementara lewat tokoh pengemis yang memelas-melas melamar pekerjaan sebagai pembantu dengan modal dua anak  yang diperankan sebagai anak yang gagu dan anak yang kurus tak terurus,kita sebagai pembaca awam pun akan dengan mudah menyimpulkannya. Sementara demi anak yang dikandungnya, Lena mampu menahan rasa jijik  terhadap anak si pembantu yang kotor dan buruk rupa, dibalik rasa jengkel, Lena berusaha berbicara santun.melalui  ilustrasi ini ,A.A. Navis menyampaikan pesan tentang pentingnya pendidikan anak sejak dalam kandungan .
            

TAK PUTUS DIRUNDUNG MALANG

      Tak Putus Dirundung Malang termasuk salah satu karya Sultan Takdir Alisyahbana. Pertama kali diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1929. Novel ini menceritakan kemalangan sebuah keluarga yang selalu merundung secara bertubi-tubi. Novel ini bersettingkan Bengkulu, dengan tokoh-tokoh sebagai berikut: Syahbudiman bersama istrinya, suami istri yang miskin dan selalu dirundung malang. Djesipah dan Suami,sepasang suami istri yang masih bersaudara dengan keluarga Syahbudin. Mansur, anak Syahbudin. Mansur adalah anak pertama Syahbudin. Laminah, anak kedua Syahbudin.
      Mansur yag baru berumur 8 tahun dan Laminah yang berumur 7 tahun itu telah ditinggalkan oleh kedua orang tuaya untuk selama-lamanya. Mereka hidup dalam kemiskinan.
      Ayah mereka yang bernama Syahbudin tak pernah beruntung dan berusaha. Kemudia satu-satunya yang mereka tempati habis dimakan api sehingga kemiskinan keluarga ini semakin bertambah-tambah. Karena tak tahan menerima cobaan yag begitu berat, istri Syahbudin kemudian meninggal duia, tak lama kemudian Syahbudin menyusul istrinya. Kini, tinggalkan Mansur dan Laminah.
      Kematian orang tua mereka menambah penderitaan kedua anak ini. Mansur dan Laminah tinggal bersama bibinya, yang bernama Djesipah. Pada awalnya bibi dan pamannya memperlakukan mereka dengan baik. Namun, tampa suatu sebab yang jelas, pamannya berubah menjadi membenci mereka. Bahkan, prilakunya selalu menyakiti hati kedua anak malang itu. Setelah kejadian itu, Mansur dan Laminah memytyskan untuk mengembara sehingga mereka sampai di Bangkahulu. Namun, di kota ini nasib mereka bertambah menderita setelah Mansur dipitnah oleh seseorang sehingga pemuda malang itu dijatuhi hukuman penjara.
      Setelah kakaknya dipenjara, Laminah hidup terlunta-lunta seorang diri. Ia tidak dapat melakukan apa-apa sehingga gadis itu merasa putus asa kemudian menceburkan diri kelaut Bengkahulu. 
      Tak lama kemudian, Mansur keluar dari penjara. Dalam kesendiriannya, ia masih mencoba untuk bertahan hidup. Ia kemudian mengembara ke berbagai pelosok negeri dengan bekerja sebagai anak buah kapal. Namun, tak lama kemudian, ia pun mengikuti jejak adiknya. Ia menceburkan diri ke laut Bengkahulu.

Puisi Sanusi Pane



 Dibawa Gelombang

Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu

Jauh di atas bintang kemilau
Seperti sudah berabad-abad
Dengan damai mereka meninjau
Kehidupan bumi yang kecil amat

Aku bernyanyi dengan suara
Seperti bisikan angin di daun
Suaraku hilang dalam udara
Dalam laut yang beralun-alun

Alun membawa bidukku perlahan
Dalam kesunyian malam waktu
Tidak berpawang tidak berkawan
Entah kemana aku tak tahu

AMIR HAMZAH

Ia dianggap raja penyair Pujangga Baru dan pahlawan nasional. Nama lengkap Amir Hamzah adalah Tengku Amir Hamzah. Karyanya yag terkenal adalah kumpulan sajak Nyanyi Sunyi yang terbit tahun 1937 dan Buah Rindu (1941). Penyair ini dilahirkan di Tanjungpura, Langkat (Sumetera Utara), tanggal 28 Februari 1911. Amir Hamzah berasal dari Bangsawan Langkat. Ia terbunuh dalam huru-harayang meletus pada 20 Maret 1946 di Sumatera Utara, dan ia bukan terbunuh karena sajak-sajaknya. 
       Pada 29 Oktober 1945, Amir diangkat menjadi Wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang berkedudukan di Binjai. Ketika itu Amir juga Pangeran Langkat Hulu di Binjai. Ketika sekutu datang dan berusaha merebut hati para sultan, kesadaran rakyat terhadap revolusi menggelombang. Mereka mendesak Sulta Langkat segera mengakui Republik Indonesia. Lalu, Revolusi Sosial pun pecah pada 3 Maret 1946. Sasarannya adalah keluarga bangsawan yang dianggap kurang memihak lepada rakyat, termasuk Amir Hamjah. Pada dini hari 20 Maret 1946 mereka dihukum pancung. Amir Hamzah memperoleh pengakuan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1975.
       Setelah menamatkan HIS, Amir Hamjah melanjutkan ke MULO di Medan, kemudian AMS-A Solo, dan terakhir Sekolah Hakim Tinggi di Jakarta (hingga tingkat kandidat). Salah seorang temanya di AMS Solo adalah Achdiat Kartamihardja. Bersama S.Takdir Alisjahbana da Armijn Pane, Amir Hamjah mendirikan majalah Pujangga Baru (1933). Ia pun pernah menjadi Ketua Indonesia Muda Cabang Solo dan Asisten Residen di Sumatera Utara. 
       Karyanya yang lain adalah Sastra Melayu dan Raja-rajanya (1942), Esai dan Prosa (kumpulan esai + Prosa 1982), dan Padamu Jua (kumpulan sajak, 2000). Karya terjemahannya: Setanggi Timur (kumpulan sajak penyair Jepang, India, Persia, dan lain-lain, 1939), Bhagawad Gita (1933), dan Syair Asyar.
       Amir Hamzah merupakan salah seorang sastrawan yang mendapat perhatian besar. Studi mengenai Amir Hamzah dilakukan oleh: H.B. Jassin, Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962), S. Takdir Alisjahbana, Amir Hamzah sebagai Penyair dan Uraian Sajak Nyanyian Sunyi (1981), da Siti Utari Nababan, A Linguistic Analysis of the Poetry of Amir Hamzah and Chairil Anwar (Disertai pada Universitas Cornell, 1966). Nh. Dini menulis kisah Amir Hamzah dalam bentuk novel biografi yang berjudul Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang.

HAMPA (Chairil Anwar)

kepada sri

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak.
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak
Sampai ke puncak. Sepi memagut,
Tak satu kuasa melepas-renggut
Segala menanti. Menanti. Menanti.
Sepi.
Tambah ini menanti jadi mencekik
Memberat-mencekung punda
Sampai binasa segala. Belum apa-apa
Udara bertuba. Setan bertempik
Ini sepi terus ada. Dan menanti.

Puisi Seno Gumira Ajidarma

TEROMPET

Dili, 12 November 1991


”Seharusnya kutiup kau malam itu.”
Supaya orang-orang yang terbunuh
bangkit lagi dari kematian?
”Seharusnya kutiup kau malam itu.”
Supaya mayat-mayat yang dikubur tanpa nisan
menguak tanah yang menguruknya dan
merangkak pelan menuju gubernuran?
”Seharusnya kutiup kau malam itu.”
Supaya mereka yang tertembak bisa berjalan
ke gereja dengan tubuh berlubang dan
berdoa dengan darah di mulutnya sehingga
tak ada suara yang terdengar
selain bunyi kebencian?
”Seharusnya kutiup kau malam itu.”
Mainkan jazz saja Wynton,
kita tidak bicara politik waktu sarapan.


Dermaga Lima Sekoci

Kumpulan sajak karya A.A Navis. Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Yayasan Citra Budaya Indonesia,Padang,tahun 2000. Sajak-sajak yang yang terdapat di dalam kumpulan ini dipilah dalam lima bagian. Masing-masing bagian diberi judul '' Sekoci Satu", "Sekoci Dua", "Sekoci Tiga"," Sekoci Empat" dan "Sekoci Lima". Total sajak yang terdapat dalam kumpula ini adalah 72 buah.

BUDI DARMA

      Sastrawan yang lahir di Rembang, Jawa Tegah, tanggal 25 April 1937 ini adalah dosen IKIP Surabaya. Ia menyelesaikan pendidikan di Jurusan Sastra Barat, Fakultas Sastra UGM (1963), pernah memperdalam pengetahuan di Universitas Hawaii, Honolulu, AS (1970-1971), kemudian meraih MA dari Universitas Indiana, Bloominton, AS (1976). Dan meraih Ph.D. dari Universitas yag sama (1980). Ia pernah menjadi Dekan Fakultas Keguruan Sastra/Seni IKIP Surabaya (beberapa kali), anggota Dewan Kesenian Surabaya, dan Rektor IKIP Surabaya (sekarang Universitas Negeri Surabaya, 1984-1988).
      Novelnya, Olenka (1983), mendapat Hadiah pertama Sayembara Mengarag Roman DKJ 1980 dan sekaligus memperoleh Hadiah Sastra DKJ 1983. Cerpennya Mata yang Indah terpilih menjadi judul dalam Cerpen Pilihan Kompas 2001. Cerpenya juga pernah dimuat dalam Derabat (Cerpen Pilihan Kompas 1998). Pada tahun 1984, Budi Darma menerima Hadiah Sastra ASEAN. Karya-karya Budi Darma kadang sulit dimengerti oleh orang awam karena absurd dan seperti mempermainkan logika umum. 
      Karyanya yang lain: Orang- Orang Bloominton (kumpulan cerpen, 1980), Solilokui (kumpula esai, 1983), Sejumlah Esai Sastra (kumpulan esai, 1984), Rafilus (novel, 1988), Harmonium (kumpulan esai, 1995), Ny Talis (Novel, 1996), dan Kritikus Adinan (Kumpulan Carven, 2002).

CIRI KESUSASTRAAN LAMA

Kesusastraan lama atau kesusastraan klasik Indonesia memiliki ciri berikut: (a) Karangan bersifat anonim (tidak dikenal siapa pengarangya),karena kesusastraan dianggap milik bersama,milik masyarakat. (b) Terikat kepada adat istiadat. Pengarang tidak berani mengemukakan ide yag bertentangan dengan pendapat yag lazim ditemui dalam masyarakat. (c) Gemar mengunakan kata atau ungkapan-ungkapan klise. (d) Tema: Pertentagan antara yang baik dan buruk selalu berakhir dengan kemengan di pihak yang baik. (e) Bersifat istana sentris. (f) Banyak menceritakan dewa-dewa dan makhluk halus lainnya daripada menceritakan segi kehidupan masyarakat umumnya. Kesusastraan purba Indonesia mempunyai ciri: (a) Belum tertulis, hanya disampaikan dari mulut ke mulut. (b) Berbentuk puisi,terutama berupa mantra. (c) Hanya disampaikan oleh pawang atau oleh pelipur lara. (d) Bahan cerita bersumber dari kehidupa masyarakat asli. Contoh : Dongeng.cerita hikayat,legenda,dan lain-lain

ARMIJN PANE

      Sastrawan Indonesia angkatan pujangga Baru. Ia juga aktif dalam bidang pers dengan mendirikan majalah. Salah satu majalah yang didirikannya adalah majalah Pujangga Baru. Dalam bidag kesusastraan ia menulis esai sastra, puisi, cerpen, drama, novel/roman. Ia juga pernah menjadi redaktur Balai Pustaka di tahun 1926. Ia lahir di Muara Sipongi,Sumatera Utara, 18 Agustus 1908,meninggal di Jakarta, 16 Febuari 1970. Armijn Pane adalah adik Sanusi Pane. Pendidikan yang ditempuhya adalah HIS dan ELS (Tanjung Balai, Sibolga, da Bukittinggi), STOVIA Jakarta (1923), NIAS Surabaya (1927), dan AMS-A Solo (tamat 1931). Ia pernah menjadi wartawan di Surabaya, guru Taman Siswa di Kediri, Malang dan Jakarta,sekretaris dan reduktur Pujangga Baru (1933-1938), redaktur Balai Pustaka (1936), Ketua Bagian Kesusastraan Pusat Kebudayaan (1942-1945), sekretaris BKMN (1950-1955), dan redaktur Majalah Indonesia (1948-1955).
      Novelnya, Beleggu (1940), bayak mengundang perdebatan di kalanga pegamat dan penelaah sastra Indoesia. Karyaya yang lain: Jiwa Berjiwa (kumpulan sajak, 1939), Kort overzicht va de Moderne Indonesische literatuur (1949), Mencari Sendi Baru Tata Bahasa Indonesia (1950), Jalan Sejarah Indonesia (1952), Kisah Antara Manusia (kumpulan cerpen, 1953), Jinak-jinak Merpati (kumpulan drama, 1953), Sanjak-sanjak Muda Mr. Muhammad Yamin (1954), dan Gamelan Jiwa (kumpulan cerpen, 1960). Terjemahannya: Tiongkok Zaman Baru, Sejarahnya: Abad ke-19 - Sekarang (1953), Membangun Hari Kedua (novel, Ilya Ehernbung, 1956), Habis GelapTerbitlah Terang (karya R.A. Kartini,1968). Sadurannya: Ratna (drama, Hendrik Ibsen,Nora; 1943).
      Karena aktivitasnya dalam bidang sastra dan seni, tahun 1969, Armijn Pane menerima Hadiah tahunan Dari Pemerintah Republik Indonesia.

Abdul Muis

Seorang sastrawan Indonesia yang terkenal dan seorang penerjemaah karya sastra mancanegara. Di samping dunia kesusastraan, ia aktif dibidag politik. Ia dilahirkan di Solok, Sumatera Barat, tahun 1896, meninggal tanggal 17 Juni 1959 di Bandung. Pendidikan terakhirnya adalah tamat dari STOVIA (sekolah kedokteran) Jakarta. Abdul Muis pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en Eredienst dan wartawan di Bandung. Dalam dunia politik, ia pernah aktif dalam Syarikat Islam dan menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923).
      Karyanya yang terkenal adalah novel Salah Asuhan (1928). Novel ini pernah difilmkan oleh Asrul Sani tahun 1972. Selain Salah Asuhan novelnya yang lain adalah Pangeran Kornel (1931) bersama Memed Sastrahadiprawira, Pertemuan Jodoh (1931), Hendak Berbakti (1951), Surapati (1950), Robert Anak Surapati (1953),dan lain-lain. Judul-judul karya sastra asing yang ia terjemahkan adalah Sebatang Kara (karya Hector Melot, 1932), Tom Sayer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928) Don Kisot de la Manca (karya Carvantes, 1923), Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman,1950) dan lain-lain.

STASIUN ( Mustafa Bisri )

 
kereta rinduku datang menderu
gemuruhnya meningkahi gelisah dalam kalbu
membuatku semakin merasa terburu-buru
tak lama lagi bertemu, tak lama lagi bertemu

sudah kubersih-bersihkan diriku
sudah kupatut-patutkan penampilanku
tetap saja dada digalau rindu
sabarlah rindu, tak lama lagi bertemu

tapi sekejap terlena
stasiun persinggahan pun berlalu
meninggalkanku sendiri lagi
termangu

ANGIN, 1 (Sapardi Djoko Damono)

angin yang diciptakan untuk senantiasa bergerak dari sudut ke 
sudut dunia ini pernah pada suatu hari berhenti ketika
mendengar suara nabi kita Adam menyapa istrinya untuk 
pertama kali, "hei siapa ini yang mendadak di depanku?"

angin itu tersentak kembali ketika kemudian terdengar jerit 
wanita untuk pertama kali, sejak itu ia terus bertiup tak 
pernah menoleh lagi

-- sampai pagi tadi:

ketika kau bagai terpesona sebab tiba-tiba merasa seorang 
diri di tengah bising-bising ini tanpa Hawa

Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

CIRI KESUSASTRAAN BARU

      Kesusastraan baru atau kesusastraan modern Indonesia mempunyai ciri: (a) Tidak terikat denga adat. Bahkan, berani mengemukakan ide yag berbeda dengan pendapat umum. (b) Sagat mengutamakan keaslian, hingga terdapat gaya bahasa yang beragam-ragam. (c) Nama penulisnya selalu diketahui. (d) Tema: meliputi segenap segi kehidupan. (e) Yang baik dan yang buruk menang silih berganti. (f) Menceritakan kehidupan manusia dari berbagai tingkat. (g) Meninggalkan tokoh dewa dan makhluk halus lainnya. (h) Bersifat human sentris. Kesusastraan modern Indonesia mempunyai ciri: (a) Bahan cerita dipilih dari kehidupan sehari-hari. (b) Sangat berani mengemukakan pendapat walaupun sangat bertentangan dengan pendapat umum. (c) Sangat mengutamakan keaslian, baik dalam ide, maupun dalam cara pengolahan cerita. Contoh: karya sastra angkatan Balai Pustaka, Pujangga Baru, dan angkatan sesudahnya.

AYO



Oleh :
Sutardji Calzoum Bachri


Adakah yang lebih tobat
dibanding air mata
adakah yang lebih mengucap
dibanding airmata
adakah yang lebih nyata
adakah yang lebih hakekat
dibanding airmata
adakah yang lebih lembut
adakah yang lebih dahsyat
dibanding airmata
para pemuda yang
melimpah di jalan jalan
itulah airmata
samudera puluhan tahun derita
yang dierami ayahbunda mereka
dan diemban ratusan juta
mulut luka yang terpaksa
mengatup diam
kini airmata
lantang menderam
meski muka kalian
takkan dapat selamat
di hadapan arwah sejarah
ayo
masih ada sedikit saat
untuk membasuh
pada dalam dan luas
airmata ini
ayo
jangan bandel
jangan nekat pada hakekat
jangan kalian simbahkan
gas airmata pada lautan airmata
                          malah tambah merebak
jangan letupkan peluru
logam akan menangis
dan tenggelam
             dikedalaman airmata
jangan gunakan pentungan
mana ada hikmah
mampat
karena pentungan
para muda yang raib nyawa
karena tembakan
yang pecah kepala
sebab pentungan
memang tak lagi mungkin
jadi sarjana atau apa saia
namun
mereka telah
nyempurnakan
bakat gemilang
sebagai airmata
yang kini dan kelak
selalu dibilang
bagi perjalanan bangsa
OASE: Sajak-sajak Sutardji Calzoum Bachri
Republika edisi : 28 November 1999


PUISI RAMADHAN KH

Tanah Kelahiran

Seruling di pasir ipis, merdu
Antara gundukan pohon pina
Tembang menggema di dua kaki,
Burangrang – Tangkubanperahu

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut di air tipis menurun.

Membelit tangga di tanah merah
Dikenal gadis-gadis dari bukit
Nyanyikan kentang sudah digali,
Kenakan kebaya ke pewayangan.

Jamrut di pucuk-pucuk,
Jamrut dihati gadis menurun.

Ahmad Tohari

Profil Singkat

Penulis ini lahir di Tinggarjaya,Lawang,Banyumas,Jawa Tengah,tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan terakahir tamat SMA di Purwokerto (1962). Pernah bekerja di majalah Keluarga dan menjadi direktur majalah Amanah di Jakarta (1986). Ia pernah mengikti International Writing Program di Lowa City, Amerika Serikat tahun 1990.
      Cerpennya ''Jasa-Jasa Buat Sanwirya'' Mendapat Hadiah Hiburan Sayembara Kincir Emas 1975 yang diselenggarakan Radio Nederland Wereldomroep. Novelnya, Di Kaki Bukit Cibalak (1986) meraih Hadiah Yayasan Buku Utama Departement P & K tahun 1980 dan 1986. Novelnya yang lain: Ronggeng Dukuh Paruk (1982; tahun 1986 novel ini terbit dalam edisi jepang), Lintang Kemukus Dini Hari (1985),Bekisar Merah (1993),Lingkar Tanah Lingkar Air (1995), Orang-Oran Proyek (2002). Kumpulan cerpennya: Senyum Karyamin (1989) dan Nyanyian Malam (2000). Tahun 1995 ia menerima Hadiah Sastra asean.

search

About

Seluk Beluk Sastra